Air! Air! Sumber air su’ ada…

Air sangat penting bagi kehidupan makhluk di bumi karena sebagian besar dari sel-sel makhluk hidup terdiri dari cairan. Dalam hal ini, yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan air adalah tanah dan akan berimbas pada tumbuhan-tumbuhan. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat sehingga tidak terjadi banjir yang merusak pada musim hujan dan terdapat cukup air pada musim kemarau.
Makin meluasnya lahan kritis dan penyebarannya merubah fungsi hidrologi daerah aliran sungai, sehingga perlu dilakukan konservasi ini untuk mencegah hilangnya volume besar air melalui aliran permukaan. Konservasi yang paling sederhana dapat dilakukan oleh kita yaitu penggunaan air hujan dengan seefisien mungkin. Pendekatan yang sederhana untuk mengefisienkan penggunaan air  dapat dengan pemilihan tanaman yang sesuai pada lahan tersebut atau dengan konservasi air menggunakan mulsa, atau gulud.
Teknik konservasi air dapat dengan mengurangi penguapan air permukaan sebanyak-banyaknya di daerah-daerah cekungan atau lembah, sehingga air yang tersimpan dapat digunakan sebagai sumber air pada musim kemarau maupun dalam waktu yang lebih pendek. Pada pegunungan juga dapat dilakukan konservasi air.  Konservasi air pada pegunungan atau daerah kering sudah sering dapat dijumpai di lingkungan sekitar, contohnya penggunaan embung sebagai tempat penyimpanan air. Selain dapat menyimpan air, embung dapat digunakan sebagai tempat pemeliharaan ikan dan tempat pemancingan.
Konservasi air yang saya nilai sangat penting ini akan saya lakukan dengan menyimpan sediaan air permukaan menggunakan embung. Embung merupakan banguan yang sengaja dibangaun dan berfungsi selain sebagai pemanen aliran permukaan dan air hujan, juga sebagi tempat resapan yang akan mempertinggi kandungan air tanah. Embung dapat menjadi alternatif penyimpanan air hujan untuk persediaan selama musim kering. Saya berencana akan membangun embung di tempat yang kekeringan misalnya pada lahan sisa kebakaran. Hutan yang baru saja dilanda kebakaran akan berkurang kemampuannya dalam menyimpan air permukaan sehingga dapat saja terjadi longsor, terutama pada tanah yang memiliki kemiringan permukaan yang tinggi.

Pembangunan embung pada daerah sisa kebakaran diharapkan dapat menyimpan sediaan air pada lahan tersebut sehingga pada musim kemarau tanaman juga dapat kesempatan untuk tumbuh. Embung akan dibangun pada lahan dengan kemiringan 5-30% agar limpasan air permukaan cepat mengisi embung dan sebaliknya air dari embung dapat dengan mudah disalurkan ke lahan kering sisa kebakaran secara gravitasi. Tanah bertekstur liat dan lempung sangat cocok untuk pembuatan embung. Namun jika kondisi tanah tidak mendukung pembangunan embung, maka perlu dilapisi dengan terpal besar untuk mencegah air dapat hilang melalui perkolasi.
Embung yang akan dibangun pada lahan yang tanahnya cocok (liat atau lempung), maka tidak diperlukan terpal, sehingga dapat mengurangi biaya pembangunan embung. Namun pada lahan yang memelukan bantuan terpal untuk pembangunan embung, maka biaya akan lebih tinggi. Rencana pembangunan embung ini juga masih dalam rencana kasar karena saya belum mengetahui tektur tanah dari lahan yang akan dibangun embung. Embung ini sendiri rencananya akan dibuat seluas 20m x 20m x 4m. Pada lahan yang membutuhkan terpal, kira-kira membutuhkan dana kasar sekitar Rp 30 juta/8hari dan beberapa bahan termasuk terpal Rp 8 juta/900m2. Sedangkan pada lahan dengan tanah liat hanya butuh biaya jasa penggerukan dengan alat berat sekitar Rp30juta/8hari dan beberapa bahan tidak termasuk terpal adalah Rp 2,6juta/900m2.

Dana yang besar ini, mengharuskan saya untuk mendapatkan sponsor atau bahkan hibah dari pemerintah. Maka diperlukan pembuatan proposal pengajuan hibah pada pemerintah. Selain bantuan dari hibah, saya juga akan mengajak penduduk sekitar atau relawan dengan bentuk sosialisasi untuk bergotong royong membangun embung ini. Setelah pembangunan embung berjalan dengan baik, masyarakat dapat memanfaatkan air yang tertampung sebagai sumber air untuk tanaman hutan sisa kebakaran atau perkebunan pada lahan tersebut. Selain itu, relawan-relawan yang mengadakan aksi penghijauan sangat diapresiasikan dalam mengembalikan ekosistem lahan sisa kebakaran ini.
Pembangunan embung ini hanya dapat menyimpan dan mengairi lahan sisa kebakaran dalam radius tertentu. Sehingga, jika kebakaran terjadi sangat luas maka akan diusahakan pembangunan embung pada titik yang lain untuk mendukung konservasi air ini. Adapun kelebihan dari embung ini diantaranya:
  1. Dapat menyimpan air berlimpah pada musim hujan sehingga aliran permukaan, erosi dan bahaya banjir di daerah hilir dapat dikurangi serta dapat dimanfaatkan di musim kering
  2. Dapat menunjang pengembangan usaha tani di lahan kering khususnya subsektor tanaman pangan, perikanan dan peternakan
  3. Menampung tanah tererosi, sehingga memperkecil sedimentasi ke sungai
Sementara kekurangannya adalah:
  1. Perlu tambahan biaya dan tenaga untuk pemeliharaan, karena daya tampung embung berkurang akibat adanya sedimen yang ikut tertampung
  2. Jika dilapisi plastik tentunya akan membutuhkan tambahan biaya.


Artikel ini disalin dari Blog Kampusku




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Menabung (ala Ranti)

Perkutut : Dipercaya Membawa Keberuntungan dan Kesialan

Menerangi Hati dengan Cahaya Dunia