Senin, 29 Februari 2016

Anak biologi yang galau dan baper/Aku.



Halauuu teman bertemu lagi saat ini di akhir Februari tahun kabisat..
Sedang apa? Main laptop kah? Tengok-tengok instagram di handphone kah?
Sambil tiduran kah? Nonton tv kah? Menyalakan kipas angin atau AC kah?
Santai sepertinya, rasa seperti di surga jika bermain laptop di depan tv yang menyala dan merasakan sepoi-sepoi udara dingin dari AC sambil nyemil makanan ringan sampai berbungkus-bungkus yang gak tau itu bahan produksinya berbahaya atau ga. Disamping itu, kamu juga dapat mengoleksi plastik hingga lusinan dalam sehari. Yaaa aku bisa dan sering rasakan itu…
Kenikmatan dunia memang menggoda ya. Sejahtera di dunia, merasakan apa yang ingin kita rasakan tanpa memikirkan dampak yang lebih jauh. Tau kah kamu? Kami (saya), kadang merasa bersalah pada diri sendiri. Hati bergejolak antara kenikmatan dunia saat kita hidup, atau kenikmatan yang akan dirasakan oleh anak cucu. Apapun yang kita lakukan pasti aka nada pengaruhnya di masa mendatang. Yaaa siapa tau Biologis, terutama Biologi Lingkungan memiliki beban yang berat? Rasanya seperti menanggung bumi  (Benar-benar aku rasakan. Tapi kok terlalu melankolis ya?). Kami biologis memang sudah biasa dimanjakan dengan pemandangan indah alam yang seimbang jadi gini deh kalau ada yang ngurangi keseimbangan bumi.. cee elaahhh.. alay. Fix, mari baca-baca, aku bakal ceritakan apa yang mengganggu dan mengganjal jadi Biologis Lingkungan.

 Keegoisan penyayang hewan


OMG bagian mana di sini yang ga imut? Pengasuhnya ya… hahaha
Aahhh kami yang terlalu banyak mengenal hewan-hewan lucu dan sangat saying pada hewan-hewan unik rasanya pengen banget merawat dia. Dasarnya, kami sudah tau apa yang hewan butuhkan, rasakan, karena memang kami mempelajarinya. Jadi tidak sekedar memelihara, tapi juga merawat. Banyak diantara kami merawat hewan. Bahkan jika memang dia terpanggil pun, merawat hewan endemik pasti terpikirkan…. Alibinya sih untuk mencegah hewan itu dari ancaman kepunahan. Padahal? Pernah terpikirkan ga sih hewan itu sebelum ada di tangan kita telah melalui proses apa saja? Penangkapan. Ya… namanya juga usaha untuk memiliki, hewan endemic yang sulit untuk diternakkan pasti harus melewati tahap ini. Namun sayangnya tidak semua tahap itu menyenangkan.  Tau-tau dia udah dalam keadaan stress.. Salah-salah sedikit merawat hewan yang stress dan trauma, adanya malah mati. Kan sedih..gaada gunanya dong? Malah secara ga langsung jadi penyebab kepunahan. Kamu! Ya Kamu!

Boros energi
Aku selama ini ke kampus tu ngelaju (istilah lainnya bolak balik kampus-rumah yang jauh pake kendaraan) Itu jauh.. jauh.. capek.


Trus masalahnya? Bahan bakarnya. Boros banget tiap hari bolak balik jauh gini. Tujuannya sih biar murah dan tepat waktu jadi perginya pake motor. Dihitung-hitung, lebih murah Premium daripada Pertalite dan Pertamax. Tapi ga semena-mena mikirin irit atau ga. Yang dipikirin ya yang lain… Polusi. Baca juga Perbedaan Premium, Pertalite dan Pertamax dari segi polusinya . Dan akhirnya aku pilih pertamax tiap hari isi bensin Rp10.000, apa daya aku ga boleh ngekos dan harus bolak balik rumah dengan mengabiskan energi. Paling ga, aku udah mengurangi polusi walaupun tetap boros.

Terlalu banyak mengkonsumsi dan tidak bertanggung jawab
Berhubungan sama boros energi. Kenalkah kamu atau pernah dengar dengan hukum kekekalan energi waktu SMA?  ya energi memang tidak pernah hilang. Namun dalam bentuk apa dulu? Terbuang sia-sia ga? Mulai dari yang sederhana saja yaitu makananmu. Tiap kali kamu makan selalu habis kah? Karena ingin coba-coba menu makanan baru, jadi beli semua dan kalau ga enak dibuang? Atau memang sengaja disisakan untuk ajaran sopan santun dan jaim? Menurutku sih ajaran seperti itu ga harus dengan nyisakan makanan. sengaja menyisakan makanan malah tidak mensyukuri apa yang diperoleh dan membuang-buang energi. Untuk masak air aja pake gas loh sister, energi yang dipake sang koki untuk masak juga kebuang loh sister… itu kan energi. Sayang banget dibuang-buang. Pikir-pikir lagi deh kalau mau nyisain. Hargai kokinya, hargai gas-gasnya, listrik-istrik buat ovennya, syukuri juga masih bisa makan diantara yang lain makan pun susah. 


 Apa yang kita butuhkan, kita beli, itu juga memiliki potensi polusi.
Apa barang yang tiap hari kita butuhkan dimasa kini? Plastik yes. Pikirkan dalam sehari berapa palstik yang kamu gunakan? Apa kah kamu tau kalau bajumu, sepatumu, handphonemu, laptopmu, juga mengandung plastik? Memang ngeri sekarang semua ini bergantung dengan plastic. Sedangkan cara memusnahkannya pun perlu waktu yang lama. Sulit untuk diperbarui. Dari plastic yang bening, diolah jadi plastic kresek, lalu diolah lagi jadi ember, terakhir jadi tempat sampah yang mudah pecah. Plastic yang mudah pecah menandakan kalua kualitasnya sudah jelek dan sulit untuk didegradasi (dihancurkan secara kimia atau biologi untuk dapat diolah lagi). Hmmm. Pernah kubaca (atau ceritaan dosen ya?) artikel yang cukup buatku merinding yaitu seorang yang sedang berjalan di pantai meneliti pasir pantai yang dia gunakan untuk tau cangkang moluska apa saja yang sudah hancur menjadi pasir pantai di situ. Dari sampel pasirnya, bukan hancuran cangkang saja, namun juga banyak partikel plastic yang sudah hancur disana. Bahkan volumenya lebih banyak daripada hancuran cangkang moluska waawww. Untungnya sekarang ada program beli plastic di supermarker dan pasar tradisional. Jangan sampai ketinggalan untuk dukung program ini ya. Kemana-mana bawa tas aja hihi ga usah pake kresek hihi..

Ingin memperbaiki, tapi ini terlalu kompleks
Ingat pak Jokowi yang melepaskan banyak sekali burung yang dia beli dari penjual burung? Dan Menterinya malah ikut-ikutan..
Saat dapat berita itu, saya lagi melaksanakan Kerja Praktik di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan yang isinya adalah orang-orang kompeten di bidang kehutanan dan pastinya bidang biologi. Pasti bisa dibayangkan apa yang mereka bicarakan? Ya presiden kita itu. Mohon maaf, kami di sana malah menjelek-jelekkan beliau. Lah? Tujuan beliau sangat mulia. Memang dari segi etika, burung yang dikurung tidaklah baik bagi burung itu sendiri. Setuju untuk pelepasannya. Oke fix! Tapi, kami tidak setuju dengan tempatnya. Pada dasarnya setiap hewan, aves, mamalia, reptile atau hewan laut pasti memiliki habitatnya sendiri. Memiliki fungsi di alamnya sendiri, beradaptasi di alamnya sendiri, memiliki pasangan kawin yang dapat mereka pilih sendiri. Melepaskan burung tidak pada tempatnya sama saja dengan membuat masalah baru seperti polusi genetik

Dan akhirnya adalah menyadarkan diri untuk berupaya mengurangi atau mencegah
Dari semua poin-poin sebelumnya, akhirnya aku pilih untuk mengurangi konsumsi plastic, menghabiskan seluruh makananku, boros uang sedikit untuk beli pertamax dan hanya memelihara hewan yang tidak endemic namun menjadi relawan dalam proses konservasi hewan endemic oleh lembaga konservasi.

JADI, dari artikel ini kamu bisa mengerti? semoga tersentuh ya.. eaaakkkk... dan intinya semoga dari artikel ini kamu bisa mikir cak lontong. hihi.. OKE trims ya udah baca.. semoga bisa menyadarkan yaa... amin. Daaa !!!

Baca juga:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/02/polusi-udara-meningkatkan-risiko-obesitas-dan-diabetes


Untuk refreshing ayo kita denger lagu sambil dihayati apa pelajaran yang ada disitu dari sosial, ekonomi, juga lingkungan. Hayati juga klipnya ya sambil mengingatkan kita hanya manusia yang rakus. Ambil hikmahnya okee !!